Selasa, 10 Maret 2009

Tambak Bayan, Suatu Hari


Li Cim In (90), hidup sebatang kara di rumah petak berukuran 4x4 meter. Untuk makan, dirinya mendapat bantuan dari tetangga dan gereja. Di rumah petak lainnya, Lim Siu Me (64), mengandalkan perekonomian dari anak dan saudara-saudaranya.

Warga etnis Tionghoa di Indonesia terlanjur dipersepsi sebagai kelompok yang mapan dan memonopoli dunia perekonomian. Nyatanya, problem ekonomi juga menjadi atribut bagi warga Tionghoa di Tambak Bayan, Surabaya dan daerah lain seperti Singkawang, Kalimantan Barat.


Ancaman penggusuran kawasan rumah petak Tambak Bayan yang mereka tempati sejak tahun 1940-an juga menjadi mimpi buruk sepanjang tahun. “Seingat saya, orang tua saya menempati rumah ini sejak pendudukan Jepang. Memang tidak ada surat berharga semacam sertifikat. Jika mau digusur saya belum tahu mau pindah kemana”, tutur Nio Kwee Hing (58).

Sekitar 60 kepala keluarga tinggal di kawasan Tambak Bayan Tengah, Surabaya. Tanah tempat mereka hidup akan terbeli oleh investor, tinggal menunggu waktu untuk pergi dari rumah petak yang telah menjadi menemani hidup mereka turun-temurun.

teks/photos : M Ismuntoro


1 komentar:

  1. sedihnya hari tua sebatang kara. Menikmati fotomu selalu membuat saya teringkat team mossaik yang dulu solid. :(

    BalasHapus