Kamis, 30 April 2009

SRI


Satu goresan alis lagi, selesailah riasannya. Selendang merah bermotif kembang menggantung di pundak, rangkaian melati melingkar di atas kondenya, dan perhiasan berjejal di lengannya. Adalah Sri ( 21 ), waranggono atau sinder baru saja selesai dengan riasannya.

Sri tidak sedang manggung di desanya malam itu, meski tawaran manggung untuk perayaan bersih desa atau hajatan banyak datang. Malam itu Sri ditemani Lastri kerabatnya menyiapkan pakaian dan alat-alat rias di ruang ganti gedung serbaguna di kota Bojonegoro.

Sejak sore Sri meninggalkan desanya , Temayang, sekitar 30 km menuju kota Bojonegoro mengadu gemulai tarian dan lengkingan suaranya dalam pemilihan Waranggono Tayub Favorit wilayah Bojonegoro. Puluhan peserta lainnya datang dari Ngasem, Bubulan, Dander, Sukosewu, Kanor dan Bojonegoro. Di atas panggung, matanya kosong, nyaris tanpa pandangan yang tegas, meski dari bibirnya lengkingan tembang Jawa lembut terdengar.


Bagi Sri, barangkali bukan kemenangan dan ketenaran yang dia impikan, karena Sri adalah “artis” di desanya sendiri. Tanpa embel-embel juarapun, tawaran menari dan nyinden selalu datang, apalagi di musim orang kawin.
Malam itu kota Bojonegoro terasa dingin dan berangin. Usai malam pemilihan Waranggono, Sri pulang ke desanya, kembali menemani anak perempuannya, buah dari pernikahan muda yang kandas.

mamuk ismuntoro
Januari 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar